Jakarta (segmennews.com)-Kepala Badan Reserse kriminal Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris
Jenderal Sutarman, keberatan jika upaya penangkapan terhadap Komisaris
Novel Baswedan disebut sebagai kriminalisasi. Menurut dia, kasus
penembakan terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu yang diduga
melibatkan Novel merupakan pelanggaran hukum.
“Jangan latah
menyebut kriminalisasi. Itu artinya perbuatan yang tadinya bukan
kriminal lalu dijadikan kriminal,” katanya saat memberi keterangan pers
di Markas Besar Kepolisian RI, Sabtu, 6 Oktober 2012.
Kasus di
Bengkulu yang diduga melibatkan Novel pada 2004 silam itu, menurut
Sutarman, sudah jelas. “Diborgol, dibawa ke markas, lalu dibawa ke
pantai dan ditembak sampai salah satu meninggal. Peristiwanya memang
ada. Tapi siapa yang melakukan, sedang disidik,” kata dia.
Dikatakan
Sutarman, penyelesaian kasus tersebut harus diselesaikan di pengadilan.
Saat ini masyarakat maupun polisi tak bisa menentukan Novel bersalah
atau tidak. “Selama proses penyidikan tidak boleh menentukan salah atau
benar. Penyidik hanya mengumpulkan bukti-bukti,” tuturnya.
Dia
juga menolak jika kasus tersebut dikaitkan dengan penyidikan kasus
dugaan korupsi pengadaan simulator SIM yang sedang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi. Apalagi Novel adalah penyidik yang menangani
kasus simulator dan menyidik Inspektur Jenderal Djoko Susilo saat
diperiksa kemarin. “Ini murni penegakan hukum, jangan
dibentur-benturkan,” kata dia.
Menurut dia, polisi sama sekali
tak bermaksud mengerdilkan KPK. Ia menyebut kepolisian sebagai salah
satu institusi yang membesarkan KPK. Contohnya dengan memberikan
penyidik dan mengajak KPK menangkap Nazaruddin di Bogota. "Kalau terus
dibawa seperti ini, kapan kita bekerja dan menangkap koruptor,"
ucapnya.
Sutarman pun menambahkan, “Bisa dilihat rekayasa atau
tidak. Yang membuktikan nanti pengadilan,” katanya. Di lain pihak,
Direktur Reserse Kriminal Polda Bengkulu, Dedy Irawan, yang turut
memberikan keterangan pers pun mengatakan kasus Novel telah ditindak
melalui prosedur pelanggaran disiplin dan kode etik. Namun, kasus
pidananya memang belum disentuh sejak 2004.
Ketika ditanya
mengapa pengusutan kasus pidana itu baru dilakukan sekarang, Dedy hanya
beralasan korban baru melakukan tuntutan. “Baru ada tuntutan sekitar
sebulan lalu. Kami didesak terus,” katanya.
Oleh sebab itu,
kemarin malam malam akhirnya Dedy bersama dua anggotanya dan empat
personel Polda Metro Jaya mendatangi kantor KPK untuk berkoordinasi.
Mereka membawa serta berita acara pemeriksaan, surat-surat, dan
kelengkapan administrasi untuk menangkap Novel.
0 komentar:
Posting Komentar